Oleh:
Fathimah Az-Zahra’
A.
DEFINISI
AL-MURABAHAH
Kata
al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu (الرِبْحُ) yang berarti kelebihan dan tambahan
(keuntungan), atau murabahah juga berarti Al-Irbaah karena salah satu
dari dua orang yang bertransaksi memberikan keuntungan kepada yang lainnya
(Ibnu Al-Mandzur., hal. 443.). sedangkan secara istilah, Bai’ul murabahah
adalah:
بَيْعٌ
بِمِثلِ الثمَنِ الأوَّلِ مَعَ زِيَادَةِ رِبْحٍ مَعلُوْمٍ
Yaitu
jual beli dengan harga awal disertai dengan tambahan keuntungan (Azzuhaili,
1997., hal. 3765). Definisi ini adalah definisi yang disepakati oleh para ahli
fiqh, walaupun ungkapan yang digunakan berbeda-beda. (Asshawy, 1990., hal.198.)
Menurut Para ahli hukum Islam mendefinisikan bai’
al-murabahah sebagai berikut :
- ‘Abd ar-Rahman al-Jaziri mendefinisikan bai’ al-murabahah sebagai menjual barang dengan harga pokok beserta keuntungan dengan syarat-syarat tertentu.
- Menurut Wahbah az-Zuhaili adalah jual-beli dengan harga pertama (pokok) beserta tambahan keuntungan.
- Ibn Rusyd --filosof dan ahli hukum Maliki-- mendefinisikannya sebagai jual-beli di mana penjual menjelaskan kepada pembeli harga pokok barang yang dibelinya dan meminta suatu margin keuntungan kepada pembeli.
- Ibn Qudamah --ahli hukum Hambali-- mengatakan bahwa arti jual-beli murabahah adalah jual-beli dengan harga pokok ditambah margin keuntungan.
Dengan kata lain, jual-beli murabahah adalah
suatu bentuk jual-beli di mana penjual memberi tahu kepada pembeli tentang
harga pokok (modal) barang dan pembeli membelinya berdasarkan harga pokok
tersebut kemudian memberikan margin keuntungan kepada penjual sesuai dengan
kesepakatan. Tentang “keuntungan yang disepakati”, penjual harus
memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah
keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.
Para
ahli hukum Islam menetapkan beberapa syarat mengenai jual-beli murabahah.
Wahbah az-Zuhaili mengatakan bahwa di dalam bai’ al-murabahah itu
disyaratkan beberapa hal, yaitu :
1.
Mengetahui
harga pokok
Dalam jual-beli murabahah
disyaratkan agar mengetahui harga pokok/ harga asal karena mengetahui harga
merupakan syarat sah jual-beli. Syarat ini juga diperuntukkan untuk jual-beli at-tauliyyah
dan al-wadi’ah.
2.
Mengetahui
keuntungan
Hendaknya margin
keuntungan juga diketahui oleh si pembeli. Karena margin keuntungan termasuk
bagian dari harga, sedangkan mengetahui harga merupakan syarat sah jual-beli.
3.
Harga
pokok merupakan sesuatu yang dapat diukur, dihitung dan ditimbang, baik pada
waktu terjadi jual-beli dengan penjual yang pertama atau setelahnya, seperti
dirham, dinar, dan lain-lain.
Jual-beli
murabahah merupakan jual-beli amanah, karena pembeli memberikan amanah
kepada penjual untuk memberitahukan harga pokok barang tanpa bukti tertulis.
Dengan demikian, dalam jual-beli ini tidak diperbolehkan berkhianat. Allah
telah berfirman :
" ياأيها الذين أمنوا لاتخونوا الله والرسول وتخونوا
أماناتكم وأ نتم تعلمون"
Berdasarkan
ayat di atas, apabila terjadi jual-beli murabahah dan terdapat cacat
pada barang, baik pada penjual maupun pada pembeli, maka dalam hal ini ada dua
pendapat ulama. Menurut Hanafiyah, penjual tidak perlu menjelaskan adanya cacat
pada barang karena cacat itu merupakan bagian dari harga barang tersebut.
Sementara jumhur ulama tidak memperbolehkan menyembunyikan cacat barang yang
dijual karena hal itu termasuk khianat. Penyembunyian cacat barang atau tidak
menjelaskannya menurut hukum Islam dianggap sebagai suatu pengkhianatan dan
merupakan salah satu cacat kehendak (‘aib min ‘uyub al- iradah) yang
berakibat pembeli diberi hak khiyar atau --dalam bahasa hukum perdata
Barat-- pembeli diberi hak untuk minta pembatalan atas jual-beli tersebut. Ibn
Juzai dari Mazhab Maliki mengatakan, “Tidak boleh ada penipuan jual-beli murabahah
dan jual-beli lainnya”. Termasuk penipuan adalah menyembunyikan keadaan
barang yang sebenarnya yang tidak diingini oleh pembeli atau mengurangi
minatnya terhadap barang tersebut.
Pengkhianatan
dalam jual-beli murabahah ini bisa terjadi mengenai informasi tentang
cara penjual memperoleh barang, yaitu apakah melalui pembelian secara tunai,
pembelian hutang atau sebagai penggantian dari suatu kasus perdamaian.
Pengkhianatan bisa juga terjadi tentang besarnya harga pembelian.
Apabila
pengkhianatan terjadi dalam hal informasi cara memperoleh barang, dimana
misalnya penjual menyatakan bahwa ia memperolehnya melalui pembelian tunai
padahal melalui pembelian hutang atau merupakan barang penggantian dalam suatu
kasus perdamaian, maka pembeli diberi hak khiyar untuk meneruskan atau
membatalkan akad tersebut. Atau dalam bahasa hukum perdata, pengkhianatan ini
merupakan suatu cacat kehendak dan memberikan hak kepada pembeli untuk meminta
pembatalan akad tersebut.
Apabila
pengkhianatan terjadi mengenai harga pokok barang di mana penjual menyatakan
suatu harga yang lebih tinggi dari harga sebenarnya yang ia bayar, maka dalam
hal ini ada perbedaan pendapat dalam mazhab Hanafi. Menurut Abu Hanifah,
pembeli boleh melakukan khiyar untuk meneruskan jual-beli atau
membatalkannya karena murabahah merupakan akad jual-beli yang
berdasarkan amanah. Menurut Abu Yusuf (133-182 H), pembeli tidak mempunyai hak khiyar,
melainkan berhak menurunkan harga ke tingkat harga riil sesungguhnya yang
dibayarkan oleh penjual ketika membeli barang bersangkutan serta penurunan
margin keuntungan dalam prosentase yang sebanding dengan penurunan harga pokok
barang. Mazhab Maliki sejalan dengan pendapat Abu Hanifah. Sedangkan mazhab
Syafi’i dan Hambali sejalan dengan pendapat Abu Yusuf.
Bai’ al-murabahah tidak memiliki rujukan/referensi langsung dari
al-Qur’an dan Sunnah. Yang ada hanyalah referensi mengenai jual-beli dan
perdagangan. Jual-beli murabahah ini hanya dibahas dalam kitab-kitab
fiqih dan itupun sangat sedikit dan sepintas saja. Para ilmuwan, ulama, dan
praktisi perbankan syari’ah agaknya menggunakan rujukan/dasar hukum jual-beli
sebagai rujukannya, karena mereka menganggap bahwa murabahah termasuk
jual-beli.
B.
LANDASAN
HUKUM
Landasan hukum
akad murabahah ini adalah:
a)
Al-Quran
Ayat-ayat
Al-Quran yang secara umum membolehkan jual beli, diantaranya adalah firman
Allah:
وَأَحَلَّ
اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya: "..dan Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba" (QS. Al-Baqarah:275).
Ayat ini menunjukkan bolehnya melakukan transaksi jual
beli dan murabahah merupakan salah satu bentuk dari jual beli.
Dan firman Allah:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ إِلاَّ
أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ.
Artinya: “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
diantara kamu” (QS. An-Nisaa:29).
Dan firman Allah:
لَيْسَ
عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا فَضْلاً مِّن رَّبِّكُمْ
Artinya: “Tidak
ada dosa bagimu mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Rabbmu” (QS. Al-Baqarah:198)
Berdasarkan
ayat diatas, maka murabahah merupakan upaya mencari rezki melalui jual
beli. Murabahah menurut Azzuhaili (1997., hal.3766.) adalah jual beli
berdasarkan suka sama suka antara kedua belah pihak yang bertransaksi.
b)
Assunnah
I.
Sabda
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam: “Pendapatan yang paling afdhal
(utama) adalah hasil karya tangan seseorang dan jual beli yang mabrur”.
(HR. Ahmad Al Bazzar Ath Thabrani).
II.
Hadits dari riwayat Ibnu Majah, dari Syuaib:
أَنَّ النَّبِي صَلىَّ
اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ البَرَكَة: البَيْعُ
إِلىَ أَجَلٍ, وَالمُقـَارَضَة, وَ خَلْطُ البُرّ بِالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لاَ
لِلْبَيْعِ. (رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه)
”Tiga
perkara yang didalamnya terdapat keberkahan: menjual dengan pembayaran secara
tangguh, muqaradhah (nama lain dari mudharabah), dan mencampur
gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan tidak untuk dijual” (HR. Ibnu
Majah).
III.
Ketika
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam akan hijrah, Abu Bakar Radhiyallahu
'Anhu, membeli dua ekor keledai, lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wassallam berkata kepadanya, "jual kepada saya salah satunya",
Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu menjawab, "salah satunya jadi milik
anda tanpa ada kompensasi apapun", Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wassallam bersabda, "kalau tanpa ada harga saya tidak mau".
IV.
Sebuah
riwayat dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'Anhu, menyebutkan bahwa boleh
melakukan jual beli dengan mengambil keuntungan satu dirham atau dua dirham
untuk setiap sepuluh dirham harga pokok (Azzuhaili, 1997, hal 3766).
V.
Selain
itu, transaksi dengan menggunakan akad jual beli murabahah ini sudah
menjadi kebutuhan yang mendesak dalam kehidupan. Banyak manfaat yang
dihasilkan, baik bagi yang berprofesi sebagai pedagang maupun bukan.
c)
Al-Ijma
Transaksi
ini sudah dipraktekkan di berbagai kurun dan tempat tanpa ada yang
mengingkarinya, ini berarti para ulama menyetujuinya (Ash-Shawy, 1990., hal.
200.).
d)
Kaidah Fiqh, yang
menyatakan:
الأَصْلُ فِى المُعَامَلاَتِ
الإِبَاحَة ُ إِلا َّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلىَ تَحْرِيْمِهَا
“Pada dasarnya,
semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
e)
Fatwa Dewan Syariah Nasonal Majelis Ulama Indonesia
No.04/DSN-MUI/IV/2000, tentang MURABAHAH.
C.
RUKUN
DAN SYARAT SAHNYA JUAL BELI MURABAHAH
Rukun murabahah adalah:
i.
Adanya pihak-pihak yang melakukan akad, yaitu:
·
Penjual
·
Pembeli
ii.
Obyek yang diakadkan, yang mencakup:
·
Barang yang diperjualbelikan
·
Harga
iii.
Akad/Sighat yang terdiri dari:
·
Ijab (serah)
·
Qabul (terima)
Selanjutnya masing-masing rukun diatas harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
I.
Pihak yang berakad, harus:
·
Cakap hukum.
·
Sukarela (ridha), tidak dalam keadaan terpaksa atau
berada dibawah tekanan atau ancaman.
II.
Obyek yang diperjualbelikan harus:
·
Tidak termasuk yang diharamkan atau dilarang.
·
Memberikan manfaat atau sesuatu yang bermanfaat.
·
Penyerahan obyek murabahah dari penjual kepada
pembeli dapat dilakukan.
·
Merupakan hak milik penuh pihak yang berakad.
·
Sesuai
spesifikasinya antara yang diserahkan penjual dan yang diterima pembeli.
III.
Akad/Sighat
·
Harus jelas dan disebutkan secara spesifik dengan siapa
berakad.
·
Antara ijab dan qabul (serah terima) harus
selaras baik dalam spesifikasi barang maupun harga yang disepakati.
·
Tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan
keabsahan transaksi pada kejadian yang akan datang.
Selain itu ada beberapa syarat-syarat sahnya jual beli murabahah
adalah sebagai berikut:
a)
Mengetahui Harga pokok
Harga beli awal (harga pokok) harus diketahui oleh
pembeli kedua, karena mengetahui harga merupakan salah satu syarat sahnya jual
beli yang menggunakan prinsip murabahah. Mengetahui harga
merupakan syarat sahnya akad jual beli, dan mayoritas ahli fiqh
menekankan pentingnya syarat ini. Bila harga pokok tidak diketahui oleh pembeli
maka akad jual beli menjadi fasid (tidak sah) (Al-Kasany, hal.3193).
Pada praktek perbankan syariah, Bank dapat menunjukkan bukti pembelian obyek
jual beli murabahah kepada nasabah, sehingga dengan bukti pembelian
tersebut nasabah mengetahui harga pokok Bank.
b)
Mengetahui
Keuntungan
Keuntungan seharusnya juga diketahui karena ia merupakan
bagian dari harga. Keuntungan atau dalam praktek perbankan syariah sering
disebut dengan margin murabahah dapat dimusyawarahkan antara bank
sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli, sehingga kedua belah pihak,
terutama nasabah dapat mengetahui keuntungan bank.
c)
Harga pokok dapat dihitung dan diukur
Harga pokok harus dapat diukur, baik menggunakan takaran,
timbangan ataupun hitungan. Ini merupakan syarat murabahah. Harga bisa
menggunakan ukuran awal, ataupun dengan ukuran yang berbeda, yang penting bisa
diukur dan di ketahui.
d) Jual beli murabahah tidak bercampur dengan
transaksi yang mengandung riba.
e) Akad jual beli pertama harus sah. Bila akad pertama tidak
sah maka jual beli murabahah tidak boleh dilaksanakan. Karena murabahah
adalah jual beli dengan harga pokok ditambah keuntungan, kalau jual beli
pertama tidak sah maka jual beli murabahah selanjutnya juga tidak sah
(Azzuhaily, hal. 3767-3770).
D.
JENIS-JENIS
MURABAHAH
Murabahah
pada prinsipnya adalah jual beli dengan keuntungan, hal ini bersifat dan berlaku
umum pada jual beli barang-barang yang memenuhi syarat jual beli murabahah.
Dalam prakteknya pembiayaan murabahah yang diterapkan Bank Bukopin
Syariah terbagi kepada 3 jenis, sesuai dengan peruntukannya, yaitu:
a)
Murabahah Modal Kerja (MMK), yang diperuntukkan untuk pembelian
barang-barang yang akan digunakan sebagai modal kerja. Modal kerja adalah jenis pembiayaan yang diperlukan oleh
perusahaan untuk operasi sehari-hari. Penerapan murabahah untuk modal
kerja membutuhkan kehati-hatian, terutama bila obyek yang akan diperjualbelikan
terdiri dari banyak jenis, sehingga dikhawatirkan akan mengalami kesulitan
terutama dalam menentukan harga pokok masing-masing barang.
b)
Murabahah Investasi (MI), adalah pembiayaan jangka menengah atau
panjang yang tujuannya untuk pembelian barang modal yang diperlukan untuk
rehabilitasi, perluasan, atau pembuatan proyek baru.
c)
Murabahah Konsumsi (MK), adalah pembiayaan perorangan untuk tujuan
nonbisnis, termasuk pembiayaan pemilikan rumah, mobil. Pembiayaan konsumsi
biasanya digunakan untuk membiayai pembelian barang konsumsi dan barang tahan
lama lainnya. Jaminan yang digunakan biasanya berujud obyek yang dibiayai,
tanah dan bangunan tempat tinggal. Wallahu’alam.
1 komentar:
Nice post
Posting Komentar