Sabtu, 23 November 2013 0 komentar

Sebab Ikhtilaf Diantara Para Ulama’




Oleh: Fathimah Az-Zahra’


       I.            PENDAHULUAN
Setiap individu memiliki sebuah argumen, terkadang ia mengedapankan fikrah atau manhaj yang ia pegang. Namun, pedoman hidupa kita tetap sama yakni, al-qur’an dan sunnah. Hingga tujuan dalam mengarungi sebuah kehidupanpun sama. Hanya saja, kita berada dalam naungan yang berbeda. Bagaikan nahkoda yang memiliki strategi masing-masing dalam melakukan sebuah navigasi dan arahan bagi awak kapal untuk berlayar pada tujuan yang akan ditempuhnya.[1]
Allah U berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَ أَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَ رَضِيْتُ لَكُمُ الْأَسْلاَمَ دِيْنًا
“Pada hari ini telah disempuranakn untuk kamu agamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai islam itu menjadi agamamu.” (Q.S. Al-Maidah: 3)
Pada zaman dahulu dimana Rasulullah r masih hidup, para sahabat selalu mengembalikan setiap permasalahan kepada beliau. Jika terjadi sebuah pertentangan atau perbedaan pendapat diantara para sahabat, maka Rasululloh r menjelaskan titik permasalahannya dan sirnalah perselisihan yang terjadi. Baik melalui wahyu yang turun kepada Rasululloh r ataupun perkataan beliau.
Akan tetapi, pada masa ketika Rasululloh r wafat. Mulailah perselisihan terjadi dikalangan ulama’ namun, bukan pada persoalan aqidah. Banyak sebab yang akhirnya terjadi beberapa perbedaan pendapat dan hal ini akan dipaparkan pada makalah ini.
    II.            PEMBAHASAN
1.      Pengertian Ikhtilaf, Macam dan Hukumnya.
A.    Pengertian Iktilaf
Ihktilaf yakni, berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, baik itu perbedaan dalam rupa, warna, bahasa, pikiran, pendapat atau yang lainnya. Terkadang dapat diartikan dengan perselisihan.[2] Dalam kitab Ar-Raghib mendefinisikan ikhtilaf dengan:
والإختلاف : أن يأخذ كل واحد طريقا غير طريق الأخر فى حاله أو قوله.[3]
Ikhtilaf adalah seseorang yang mengambil jalan atau cara yang berbeda dengan jalan yng lainnya, baik dalam keadaannya atau perkataannya.”
B.     Macam-macam Ikhtilaf
Ikhtilaf dalam islam terbagi menjadi dua bagian:
a.      Ikhtilaf yang tercela.
Yakni, ikhtilaf yang tercela serta fanatik dan ikhtilaf tersebut dicela oleh Allah U dan ummat hendaknya berhati-hati dengan perkara tersebut. Sebagimana kehati-hatian para ahlu kitab dalam memperselisihkan para Nabi-Nabi mereka dengan apa-apa yang Allah U datangkan kepada mereka. Segala bentuk larangan, perselisihan, dan yang telah ditetapkan aqidah serta ushul agama diantara sahabat Rasululloh r tidak ada yang melakukan perselisihan seperti ini.
b.      Ihktilaf yang terpuji
Yaitu, ikhtilaf yang diperbolehkan dan Allah U tidak mencela serta tidak ada larangan dalam hal itu, dan perselisihannya tidak jauh dari pembahasan seputar hal-hal yang biasa atau perkara ijtihadiyah seperti dalam perkaran dhoniyud dalalah dan hal ini terjadi dikalangan para sahabat.[4]
C.    Hukum Ikhtilaf
Tidak ada satupun ikhtilaf yang disamarkan keadaanya pada ummat, pada ummat yang terdahulu,  ummat yang ada pada zaman saat ini dan telah terjadi pada zaman sahabat Nabi.[5] Ketika mengetahui hukum dalam syari’at islam, maka kita akan menemukan tiga macam hukum didalam melakukan ikhtilaf.
a.       Bentuk pertama
Pendapat bahwa ikhtilaf merupakan perkara yang sangat penting, keutamaan dalam kedudukannya sangat tinggi dan keterangan syar’i. Maka, dalam hal ini hukum ikhtilaf menjadi kewajiban dan keutamaan yang sudah diputuskan Allah U bagi hamba-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya berbunyi:
“Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentunya Dia jadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang yang diberi rahmat oleh oleh Tuhanmu.” (Q.S Hud : 118-119)
b.      Bentuk yang Kedua
Pendapat bahwa ikhtilaf merupakan suatu sikap yang terpuji dan rahmat bagi ummat serta sumber yang kuat bukan hal yang lemah dan aib, ikhtilaf juga termasuk tabi’at dari fiqih islamiyah.[6] Maka, hukum ihtilaf tersebut dalam islam diperbolehkan.
c.       Bentuk Ketiga
Pendapat bahwa sesungguhnya ikhtilaf itu tercela, dengan hal itu menimbulkan dampak pada perilaku manusia serta mendatangkan bahaya bagi mujtami’ islamiy, dan dengannya menimbulkan perpecahan yang tinggi. Maka, hukum ikhtilaf tersebut tidak diperbolehkan dan terlarang.[7] Sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya berbunyi:
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah rasul serta ulil amri diantara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-qur’an) dan rasul (sunnah). Jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama bagi mu dan lebih baik akibatnya.” (Q.S An-Nisa’ : 59)
2.      Bagimana Terjadinya Ikhtilaf Dikalangan Shahabat?
Perbedaan pendapat (ikhtilaf) merupakan hal yang past terjadi, bahkan hal ini juga terjadi dikalangan sahabat pada masa Rasululloh r, seperti halnya perbedaan pendapat saat Rasululloh r memerintahkan sahabat pergi ke Bani Quraidhoh, beliau mengatakan:
لاَ يُصَلَيْنَ أَحَدٌ العَصْرَ إِلاَّ فِي بَنِي قُرَيْظَة
Artinya: “Janganlah sekali-kali salah seorang diantara kamu sholat ‘Ashar kecuali di Bani Quraidhoh.” Hingga tibalah waktu sholat sedangkan para sahabat masih didalam perjalanan. Sebagian para sahabat berpendapat bahwa tidak akan sholat sampai di tempat tujuan, dan sebagian lagi berpendapat bahwa beliau tidak bermaksud demikian kemudian melaksanakan sholat. Maka, kejadian tersebut terdengan oleh Rasululloh r dan beliau tidak mencela salah satupun dari kalangan sahabat.[8]
Saat Rasululloh r wafat maka, perselisihanpun masih sempat terjadi hingga akhirnya Abu Bakar t terpilih menjadi khalifah setelah Rasululloh r. Begitu juga dengan tempat penguburan Rasululloh pun menjadi perdebatan diantara kalangan sahabat. Apakah Rasululloh akan dikuburkan di mekkah sebagaimana anak-anak beliau? Atau di Baitul Maqdis dimana tempat para Nabi terdahulu? Atau di Madinah tempat berkembangnya dakwah islam? Hingga beberapa kelompok manusia berdatangan dikediaman wafatnya beliau dan terjadi perbedaan diantara kelompopk tersebut sampai datang Abu Bakar t dan mendengar berita tersebut. Kemudian Abu Bakar t memutuskan bahwa para Nabi dikuburkan di tempat dimana ia wafat.[9]
3.      Sebab Terjadinya ikhtilaf
Jumat, 22 November 2013 0 komentar

Kesungguhan

Tenanglah terhadap harapanmu,
Tak perlu terburu buru
Tak Perlu dengan Kebohongan untuk mendapatkan
Tapi usahakan dengan kesungguh-sungguhan
Timpa hatimu dengan Keikhlasan
Apapun yang akan kau dapatkan
Usahakan dengan Cinta dan kasih
Bukan kata-kata imitasi
Nikmati setiap liku dengan ketentraman hati
Jika ia yang terbaik untuk dunia akhiratmu
Maka ia akan datang secara istimewa kepadamu
Dibukakan setiap jalannya
Dikuatkan dengan cobaan
Agar kau semakin kuat dengan apa yang kau Pegang
Kewajiban kita hanya menunaikan Hak Allah
Dengan Cinta, Allah akan menjaga Kita
Biarkan Allah yang mengatur Semuanya
Pasrah dengan apa yang telah diupayakan
Dan Minta yang terbaik terhadap yang dicita-citakan
Apapun hasil yang kau dapati itulah yang terindah untukmu
Kau takkan pernah Terluka
Kau takkan terhina
Karna Pilihan-Nya selalu indah pada waktunya
http://m.dakwatuna.com/2013/11/19/42420/kesungguhan/
 
;