Bersabar dalam menghadapi segala situasi dan keadaan hati terlebih perasaan
berharap mampu mengatur dan mengontrol emosi dalam jiwa
aku hanya ingin bisa mengerti keadaan hati ku
meski terkadang hati ku selalu berubah
HUKUM WANITA MEMASUKI PEMANDIAN UMUM
Oleh: Annisa Rahma & Fathimah Az-Zahro’
Sejak zaman
dahulu hingga saat ini banyak diantara kita khususnya wanita muslimah masuk ke tempat-tempat
pemandian umum. Seperti, melakukan hajat ketika singgah di WC umum saat bepergian,
perawatan kecantikan, olahraga dan sebab lainnya. Teringat hadits Rasulullah, ‘Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, janganlah ia memasuki pemandian
umum.’[1] Lalu
bagaimana jika adanya darurat yang mengharuskan masuk ke dalamnya? Sedangkan
hadits Rasulullah dengan tegas mengatakan terlarangnya seorang wanita memasuki pemandian
umum.
I. DEFINISI PEMANDIAN UMUM
Pemandian
umum (الحمامات) dalam bahasa Arab artinya tempat yang dimasuki oleh banyak manusia untuk
mandi atau untuk pengobatan. الحمام
merupakan pecahan dari kata الحميم
yakni air panas.
II. DALIL BERKAITAN WANITA MEMASUKI PEMANDIAN UMUM
Di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah di sebutkan dalil-dalil
yang berkaitan dengan dengan pemandian umum. Di antaranya:
Dari AlQur’an
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا
تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan tetaplah kalian berada di rumah-rumah kalian dan
janganlah kalian berhias seperti berhiasnya orang-orang jahiliyyah dahulu.”
(Q.S. Al-Ahzab: 33)
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا
لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ
“Dan
janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera
suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki
mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam…”
(Q.S. An-Nuur: 31)
Dari Assunnah
Dalil pertama: Dari
Abu Malih diriwayatkan bahwa ia berkata, para wanita dari penduduk
Syam pernah datang menghadap Aisyah ra kemudian Aisyah bertanya, ‘Dari mana
asal kalian?’ Mereka menjawab, ‘Kami adalah penduduk Syam.’ Aisyah melanjutkan,
‘Mungkin kalian berasal dari Kurroh, dimana para wanitanya suka masuk ke
tempat-tempat pemandian umum?’ Mereka menjawab, ‘Benar.’ Aisyah berkata,
‘Sungguh aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ اِمْرَأَةٍ تَخْلُعُ ثِيَابَهَا فِيْ غَيْرِ
بَيْتِهَا إِلاَّ هَتَكَتْ مَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ تَعَالَي
“Tidak
ada seorang wanita pun yang melepas bajunya bukan di rumahnya sendiri kecuali
dia telah membuka aib antara dirinya dengan Allah Ta’ala.” (Dikeluarkan
oleh Ashabu Sunan kecuali Nasa’i, Ad-darimi, Ath-Thoyalisi, dan Ahmad. Imam
Al-Hakim mengatakan, ‘Hadits ini shahih menurut syarat Shahihain’. Juga
disepakati oleh Adz-Dzahabi dan lafadz ini dari Abi Daud)[2]
Sebagian ulama’ hadits menjelaskan, “Tidak diberikan keringanan
(rukhshah) bagi wanita untuk masuk kamar mandi umum karena seluruh anggota
tubuhnya adalah aurat, dan tidak dibolehkan membukanya
kecuali dalam keadaan darurat (boleh baginya masuk kamar mandi umum). Misalnya ia sakit sehingga harus masuk kamar mandi tersebut
untuk pengobatan. Atau ia selesai dari nifas dan ingin mandi suci, atau junub
sementara hawa sangat dingin dan ia tidak dapat menghangatkan air dalam keadaan
ia khawatir akan
membahayakannya bila menggunakan air
dingin.”[3]
Dalil Kedua: Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِااللهِ وَالْيَوْمِ الأَخِرْ فَلاَ يَدْخُلْ حَلِيْلَتَهُ الحَماَّمَ وَمَنْ كَانَ
يُؤْمِنُ بِااللهِ وَالْيَوْمِ الْأَخِرْ فَلاَ يَدْخِل الْحَمَّامَ إِلاَّ بِمِئْزَرْ
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِااللهِ وَالْيَوْمِ الْأَخِرْ فَلاَ يَجْلِسْ عَلَي مَائِدَةٍ
يُدَارُ عَلَيْهَا الْخَمِر
“Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia menyuruh istrinya
untuk masuk ke kamar mandi umum, barang siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir, janganlah masuk ke kamar mandi umum kecuali memakai kain penutup,
dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia duduk
di meja yang di atasnya dihidangkan khamr.” (H.R. Al-Hakim, lafadznya, Tirmidzi,
Nasa’i, Ahmad, Al-Jarjani dari jalur Abi Zubair, Jabir. Imam Al-Hakim berkata,
‘Hadits ini Shahih menurut syarat Muslim. Disepakati Adz-Dzahabi. Imam Tirmidzi
berkata, ‘Hadits Hasan’ dan baginya hadits ini dapat dilihat di At-targhib wa
At-Tarhib)
“Cinta pertama susah buat dilupakan loh.”
“Yang teringat sepanjang masa, biasanya cinta pertama.”
“Cinta pertama biasanya lebih terkenang.”
Ini sederet kalimat yang pernah terdengar dikalangan kita. First love atau
yang biasa disebut cinta monyet hal ini terkadang menjadi momok paling berkesan
dikalangan kita. Tak jarang orang yang sudah menikahpun terkadang masih
mengingat cinta pertamanya. Terlebih saat ia bertemu dengannya, tentunya akan
ada perasaan yang mengalir lembut dalam jiwa seseorang.
Meski cinta pertama yang kita memiliki bertepuk sebelah tangan hal itu
tetap menjadi kenangan tersendiri. Mudah saja melupakan semua tentang cinta
pertama yang kita milki.
-
Hapus semua tentangnya baik yang berupa benada maupun
kisah yang mengenang.
-
Berusahalah menerima apa yang ada dihadapan kita. Sebab,
mungkin saja yang ada dihadapan kita saat ini lebih baik dari yang dahulu.
-
Yakin akan ketentuan Yang Kuasa, kerna hanya Dia-lah yang
mengetahui segala yang ada pada diri kita semua.
Mungkin beberapa saran diatasa mampu kita lakukan bersama.
Aku, kalian dan semua. Cobalah untuk menghapus masa lalu yang tak mungkin
kembali lagi pada diri kita semua.
Ibnu
qoyyim berkata:
“Jika
tujuan seorang hamba diwaktu pagi dan petang
adalah akherat, maka Allah akan menanggung seluruh kebutuhannya ia pun
akan memeperolah apa yang menjadi tujuannya hal itupun dilakukan dengan
memenuhi hatinya dengan kecintaan kepada Allah ta’ala.”
Hasan bin
tsabit berkata:
“Tidak
ada satupun dari kami yang berbuat kepada tetangganya dengan menyakiti atau
mencubitnya. Sebab, kami mengetahui bahwa hak tetangga adalah amanah yang
dijaga oleh orang-orang yang mulia diantara kami.”
Amir bin
Abdu Qois berkata:
“Ketika
aku mencintai Allah dengan tulus, Dia akan memudahkan segala musibah yang
menimpa. Memberikan keridhoan kepada setiap masalah yang dihadapi. Oleh karena
itu Demi cinta ku kepada-Nya aku pernah peduli dengan masalah ku pada pagi dan
siang.”
Abdullah
bin Mas’ud berkata:
“Allah
ta’ala lebih sayang kepada hamba-Nya ketika dia mendatangi-Nya dan bertemu
dengan-Nya. Daripada seorang ibu yang menghamparkan sebuah tikar untuk anaknya
ditempat yang gelap.”
Sufyan
Ats-Tsauri berkata:
“Sesungguhnya
aku sangat ingin minum air, lalu ada seseorang yang mendahulukan ketempat air
lantas menuangkan minum untukku seolah-olah ia telah mengetuk salah satu tulang
rusukku yang tidak mampu aku mamblasnya.” (Mawa’izuhul Imam Sufyan
Ats-Tsauri, hal 94)
Ibnu
Taimiyyah berkata:
“Surga
dan tamanku ada didalam dadaku, maka penjaraku adalah tempat menyendiriku dan
jiwa ku adalah wisatanya, sedangkan terbunuhnya aku adalah syahadah.”
Ibrahim
bin adham berkata:
“Seandainya
para raja dan anak-anaknya tahu apa yang ia rasakan berupa perasaan tentre
karena Allah dan kebahagiaan dengan ridho-Nya. Maka pasti akan memerangi kami
dengan pedang-pedang mereka.”
Manshur
bin Al-Mu’mar rahimahullah:
“Ya
Allah jadikanlah semua urusan kami berada dalam petunjukmu. Jadikanlah taqwa sebagai bekal kami. Jadikanlah jannah
sebagai temapt tinggal kami. Jadikanlah kami orang yang bersyukur dengannya
Engkau ridho kepada kami. Berikanlah kami sikap wara’ yang menghalangi kami dari maksiat kepada mu
berikanlah kepada kami kemulian. Akhlak
yang dengannya kami bergaul dengan manusia berikanlah kami kecerdasan yang
bermanfaat untuk kami.”
Langganan:
Postingan (Atom)