Rabu, 17 April 2013

Hukum Wanita Memasuki Pemandian Umum


HUKUM WANITA MEMASUKI PEMANDIAN UMUM

Oleh: Annisa Rahma & Fathimah Az-Zahro’
Sejak zaman dahulu hingga saat ini banyak diantara kita khususnya wanita muslimah masuk ke tempat-tempat pemandian umum. Seperti, melakukan hajat ketika singgah di WC umum saat bepergian, perawatan kecantikan, olahraga dan sebab lainnya. Teringat hadits Rasulullah, ‘Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, janganlah ia memasuki pemandian umum.’[1] Lalu bagaimana jika adanya darurat yang mengharuskan masuk ke dalamnya? Sedangkan hadits Rasulullah dengan tegas mengatakan terlarangnya seorang wanita memasuki pemandian umum.

I.        DEFINISI PEMANDIAN UMUM

Pemandian umum (الحمامات) dalam bahasa Arab artinya tempat yang dimasuki oleh banyak manusia untuk mandi atau untuk pengobatan. الحمام merupakan pecahan dari kata الحميم yakni air panas.

II.        DALIL BERKAITAN WANITA MEMASUKI PEMANDIAN UMUM

Di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah di sebutkan dalil-dalil yang berkaitan dengan dengan pemandian umum. Di antaranya:
Dari AlQur’an
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan tetaplah kalian berada di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias seperti berhiasnya orang-orang jahiliyyah dahulu.” (Q.S. Al-Ahzab: 33)
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ
 “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam…” (Q.S. An-Nuur: 31)

Dari Assunnah
Dalil pertama: Dari Abu Malih diriwayatkan bahwa ia berkata, para wanita dari penduduk Syam pernah datang menghadap Aisyah ra kemudian Aisyah bertanya, ‘Dari mana asal kalian?’ Mereka menjawab, ‘Kami adalah penduduk Syam.’ Aisyah melanjutkan, ‘Mungkin kalian berasal dari Kurroh, dimana para wanitanya suka masuk ke tempat-tempat pemandian umum?’ Mereka menjawab, ‘Benar.’ Aisyah berkata, ‘Sungguh aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam  bersabda:
مَا مِنْ اِمْرَأَةٍ تَخْلُعُ ثِيَابَهَا فِيْ غَيْرِ بَيْتِهَا إِلاَّ هَتَكَتْ مَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ تَعَالَي
“Tidak ada seorang wanita pun yang melepas bajunya bukan di rumahnya sendiri kecuali dia telah membuka aib antara dirinya dengan Allah Ta’ala.” (Dikeluarkan oleh Ashabu Sunan kecuali Nasa’i, Ad-darimi, Ath-Thoyalisi, dan Ahmad. Imam Al-Hakim mengatakan, ‘Hadits ini shahih menurut syarat Shahihain’. Juga disepakati oleh Adz-Dzahabi dan lafadz ini dari Abi Daud)[2]
Sebagian ulama’ hadits menjelaskan, “Tidak diberikan keringanan (rukhshah) bagi wanita untuk masuk kamar mandi umum karena seluruh anggota tubuhnya adalah aurat, dan tidak dibolehkan membukanya kecuali dalam keadaan darurat (boleh baginya masuk kamar mandi umum). Misalnya ia sakit sehingga harus masuk kamar mandi tersebut untuk pengobatan. Atau ia selesai dari nifas dan ingin mandi suci, atau junub sementara hawa sangat dingin dan ia tidak dapat menghangatkan air dalam keadaan ia khawatir akan membahayakannya bila menggunakan air dingin.[3]
Dalil Kedua: Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِااللهِ وَالْيَوْمِ الأَخِرْ فَلاَ يَدْخُلْ حَلِيْلَتَهُ الحَماَّمَ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِااللهِ وَالْيَوْمِ الْأَخِرْ فَلاَ يَدْخِل الْحَمَّامَ إِلاَّ بِمِئْزَرْ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِااللهِ وَالْيَوْمِ الْأَخِرْ فَلاَ يَجْلِسْ عَلَي مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا الْخَمِر
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia menyuruh istrinya untuk masuk ke kamar mandi umum, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah masuk ke kamar mandi umum kecuali memakai kain penutup, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia duduk di meja yang di atasnya dihidangkan khamr.” (H.R. Al-Hakim, lafadznya, Tirmidzi, Nasa’i, Ahmad, Al-Jarjani dari jalur Abi Zubair, Jabir. Imam Al-Hakim berkata, ‘Hadits ini Shahih menurut syarat Muslim. Disepakati Adz-Dzahabi. Imam Tirmidzi berkata, ‘Hadits Hasan’ dan baginya hadits ini dapat dilihat di At-targhib wa At-Tarhib)
Dalil Ketiga: Dari Ummu Darda` radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku keluar dari kamar mandi umum. Lalu aku berjumpa dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda, “Dari mana engkau, wahai Ummud Darda`?” “Dari kamar mandi umum,” jawab Ummu Darda`. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، ماَ مِنِ امْرَأَةٍ تَضَعُ ثِيَابَهَا فِي غَيْرِ بَيْتِ أَحَدٍ مِنْ أُمَّهَاتِهَا إِلَّا وَهِيَ هَاتِكَةُ كُلِّ سِتْرٍ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الرَّحْمَنِ
“Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak ada seorang wanita pun yang melepas pakaiannya di selain rumah salah seorang dari ibunya melainkan ia telah mengoyak setiap penutup antara dia dan Ar-Rahman.” (H.R. Ahmad, dan Addaulabi dengan sanad keduanya yang salah satunya shahih, dikuatkan oleh Al-Mundziri)[4]
Dalil keempat: Dari Ahmad bin Yunus, Zuhair, Abdurrahman bin Ziyad bin An’um, dari Abdurrahman bin Rafi’, Abdullah bin Amru, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam  bersabda,
إِنَّهَا سَتُفْتَحُ لَكُمْ أَرْضُ الْعَجْمِ وَسَتَجِدُوْنَ فِيْهَا بُيُوْتاً يُقَالُ لَهَا الْحَمَّامَاتُ فَلاَ يَدْخُلَنَّهَا الرِّجَالُ إِلاَّ بِالْإِزَرِ وَامْنَعُهَا النِّسَاءَ إِلاَّ مَرِيْضَةً أَوْ نُفَسَاءَ
 Sesungguhnya akan dibukakan untuk kalian tanah asing dan akan kalian dapati rumah, dikatakan bahwasanya itu adalah pemandian umum, dan tidak diperbolehkan laki-laki untuk memasukinya kecuali dengan kain penutup, dan terlarang untuk kaum wanita kecuali untuk yang sakit dan nifas. (Isnadnya dho’if, disebabkan dho’ifnya Abdurrahman Al-Afriqy bin Ziyad bin An’am, dikeluarkan oleh Ibnu Majah)[5]
Dari bebarapa dalil yang telah disebutkan, menunjukkan terlarangnya seorang wanita memasuki pemandian umum dikarenakan akan tersingkap auratnya di depan orang lain, menimbulkan fitnah, menampakkan perhiasan pada orang asing.

III.        BAHAYA-BAHAYA JIKA WANITA MEMASUKI PEMANDIAN UMUM

Adapun jika seorang wanita memasuki pemandian umum, akan ada bahaya-bahaya yang mungkin terjadi. Seperti:
1.      Akan menimbulkan fitnah (pelecehan seksual, pemerkosaan, dll)
2.      Aurat dapat terlihat oleh yang bukan mahram
3.      Akan menimbulkan kejahatan dari orang yang tidak bertanggung jawab

IV.        HUKUM WANITA MASUK PEMANDIAN UMUM

Ditinjau dari pandangan syar’i, sebagian para ulama’ melarang wanita memasuki pemandian umum jika di dalamnya terdapat ikhtilath (bercampur baur) dengan lawan jenis,  begitu juga memasuki kamar mandi umum walaupun sendirian. Karena meski sendirian, kamar mandi tersebut juga dipakai oleh laki-laki, maka hukumnya tidak boleh kecuali ketika darurat. Seperti haid, nifas, janabat, sakit, atau mandi yang tidak mungkin ia kerjakan di rumahnya karena ditakutkan akan bertambah sakitnya atau akan ada madharat-madharat yang lain.
Sedangkan sebagian lain dari para ulama’ menolak dengan keras adanya pemandian umum ditempat kaum muslimin, karena dapat menyingkap aurat wanita sesama wanita walaupun ia memakai pakaian syar’i sekalipun.
Adapun memasuki pemandian umum khusus wanita, hukumnya bisa diperbolehkan jika tidak ada i’llah (sebab) yang menjadikan penghalang. Yaitu ketidakamanan tempat sehingga menyingkap aurat dan menimbulkan madhorot-madhorot lain. Jika i’llah tersebut tidak ada, maka hukum memasukinya menjadi dibolehkan.
Meski demikian, sebagai bentuk kehati-hatian dan menjaga iffah seorang muslimah lebih baik menghindari tempat pemandian umum, sebab sebaik-baik wanita adalah yang menjaga kehormatannya dihadapan laki-laki dan wanita asing.

V.        SYARAT-SYARAT KAMAR MANDI YANG BOLEH DIMASUKI OLEH WANITA

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa seorang wanita dibolehkan memasuki pemandian umum jika tidak ada ‘illah. Namun bukan berarti lepasnya hal tersebut dari beberapa syarat yang harus diperhatikan sebelum memasuki kamar mandi umum. Diantaranya:
1.      Tidak ikhtilat (campur baur) dengan laki-laki
2.      Hendaknya tempat tersebut tersebut tertutup di setiap sisinya, yang tidak mungkin orang asing melakukan tindak kejahatan
3.      Hendaknya tempat tersebut aman, terlebih aman dari jangkauan laki-laki
4.      Hendaknya tempat tersebut terdapat penghalang untuk menutupi auratnya
5.      Hendaknya tempat tersebut dilindungi oleh kaum muslimin yang terpercaya
6.      Hendaknya tempat tersebut terhindar dari perkara-perkara haram, seperti khamr, lesbi, homo, gambar-gambar porno, sihir, dll

VI.        WANITA MEMASUKI KOLAM RENANG (KHUSUS WANITA) UNTUK BERLATIH/OLAHRAGA

Berenang merupakan perkara yang mubah dan tidak wajib. Karena sebagaimana yang diketahui, banyak manfaat yang dapat diambil dari olahraga tersebut. Namun kolam renang termasuk ke dalam pemandian umum yang terlarang bagi para wanita untuk memasukinya. Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Tidak ada seorang wanita pun yang melepas bajunya bukan di rumahnya sendiri kecuali dia telah membuka aib antara dirinya dengan Allah Ta’ala.”
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas sebelumnya, pada asalnya hukum hadits di atas (memasuki pemandian umum) tidak diperbolehkan karena beberapa sebab, diantaranya; tempat tidak aman, aurat dapat terlihat oleh orang lain, menimbulkan bahaya-bahaya yang lain (diganggu, dll), dan menimbulkan fitnah. Namun jika di kolam renang tersebut tidak ada penghalang-penghalang yang disebutkan, maka bisa jadi dibolehkan seorang wanita berenang di dalamnya.

VII.        KESIMPULAN

Hukum mandi di pemandian umum adalah tidak diperbolehkan secara syar’i, sebab dikhawatirkan seseorang tidak mampu menjaga auratnya sehingga akan tersingkap dan terlihat oleh orang lain.
Tetapi hal itu menjadi boleh jika memenuhi beberapa syarat:

1.      Hendaknya seorang wanita mampu menjaga auratnya.

2.      Tidak terdapat ikhtilat di dalamnya.

3.      Terdapat penghalang yang mampu menjaga seseorang dari penglihatan.

4.      Hendaknya tempat tersebut aman terlebih aman dari pandangan laki-laki asing.

5.      Mendapat izin dari suami, sebab hal itu merupakan ketaatan terhadap suami.


Dengan demikian, sangat dianjurkan bagi wanita muslimah untuk memperhatikan syarat-syarat di atas. Jika ia mampu memenuhi syarat-syarat tersebut sehingga aurat dapat terjaga dan tidak terlihat oleh orang lain, maka ia boleh memasuki pemandian umum. Namun jika tidak dapat memenuhi syarat-syarat tersebut, maka dilarang bagi wanita tersebut memasuki pemandian tersebut. Wallahu A’lam…


[1] H.R. Thabrani, di dalam Al-Kabir Al-Ausath
[2] Kitab Adab Zifaf, hal 67-68 Syaikh Al-Bani
[3] Aunul Ma’bud, jilid 7 bab hammam hal 142
[4] Kitab Adab Zifaf, hal 67-68, Syaikh Al-Bani
[5] Aunul Ma’bud, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah bab 1 kitab hammam hal 143

0 komentar:

Posting Komentar

 
;