Memangnya Cuma Kamu Yang Pantas
Dicintai? Kata-kata di atas sebenarnya lebih cocok dialamatkan pada diriku.
Karena aku telah menyombongkan diriku, seakan-akan aku yang terbaik dan
tercantik. Setidaknya itulah gambaranku yang saat itu masih berpikiran dangkal
(lagipula masih ABG…) dan belum mengerti hakikat kehidupan, apalagi Tuhan.
Sebenarnya ini kisah 14 tahun
yang lalu, tentang seseorang…seorang akhwat yang kehadirannya pada akhirnya
memberikan aku pelajaran berharga tentang kebesaran dan kasih sayang Allah dan
tentang makna hidup ini. Aku mengenalnya waktu masih duduk dibangku kelas 1
SMU, seorang akhwat bertubuh tinggi besar, dengan jilbab besarnya ia semakin
terlihat besar dan paling menonjol diantara rekan akhwat lainnya yang bertubuh
lebih kecil darinya. Tapi itu semua tidak menghalanginya untuk tetap aktif dan
pe-de membimbing kami adik-adik di organisasi Rohis di sekolah kami, justru
beliau yang menjadi leader diantara akhwat alumni sekolah kami yang menjadi
mentor Rohis. Beliau adalah orang yang tegas namun lembut, cermin dari
kecerdasan dan kematangan jiwanya. Tidak tampak sedikitpun rasa minder dari
tubuhnya yang besar itu apalagi beberapa akhwat yang seumurnya sudah banyak
yang mendapat jodoh.
Memang di mata manusia biasa yang
memandangnya (termasuk aku yang masih bodoh saat itu), beliau bukanlah orang
yang menarik, dengan tubuh tinggi, gemuk, dan kulit hitam sudah pasti orang
akan memandang rendah dirinya secara fisik, itu juga yang kupikir yang membuat
dirinya kesulitan mencari jodoh meski seorang ikhwan sekalipun yang katanya
mencari istri yang solehah dengan iman yang mantap dulu baru lihat fisik dan
kedudukannya. Ternyata belum ada seorang ikhwanpun yang berani merealisasikan
sabda Nabi SAW dengan melamarnya, padahal dari segi keimanan beliau adalah
wanita yang patut diacungi jempol karena sangat aktif membangun organisasi
Rohis di sekolah-sekolah, bahkan sakit sekalipun beliau tetap hadir dalam
pertemuan-pertemuan yang menyangkut dakwah Islam.
Aku yang masih “amatir” dalam hal
agama Islam, (karena masih SMU, belum berhijab pula dan baru saat itu aku
mengenal agamaku lebih baik dengan mengikuti mentoring-mentoring di Rohis
sekolahku yang diprakarsai alumni-alumni sekolah kami yang sudah kuliah,
termasuk beliau) turut berpikiran dangkal dengan memandang rendah fisiknya.
Apalagi sewaktu aku mengikuti pesantren kilat yang diadakan sekolahku dan
mengharuskan kami menginap disekolah, kebetulan beliau menjadi mentor grupku
jadi kami menginap dalam satu ruangan. Kami semua tidak bisa tidur nyenyak
karena beliau, bukan apa-apa sih tapi karena “suara berisik yang keluar dari
tenggorokannya”, maklum beliau gemuk jadi ketika tidur aliran udara disaluran
pernafasannya kurang lancar sehingga menimbulkan suara. Aku tahu beliau tidak
menyadarinya tapi tetap saja tidur kami terganggu yang akhirnya jadi ngantuk
berat ketika harus bangun sholat subuh, kalau tidak dibangunkan mungkin akan
lanjut tidur sampai siang.
Pada awal-awal bertemu dengannya
saat itu, aku bahkan punya pikiran jelek, bahwa apakah ada ikhwan yang tertarik
untuk memperistrinya karena fisiknya yang kurang menarik bagi seorang
laki-laki? Apa yang menarik dari dirinya? Meskipun ia ramah dan murah senyum
pada siapapun, solehah lagi, tapi biasanya patokan laki-laki adalah melihat
tampilan fisik seorang wanita minimal yang enak dilihat. Bukannya aku menghina
tapi pada umumnya kan laki-laki seperti itu, buktinya sampai umurnya cukup
matang untuk menikah sepengetahuanku belum ada ikhwan yang mau melamarnya.
Hari demi hari berlalu, di saat
aku sudah tidak lagi memikirkan tentang dirinya dan jodohnya, karena selain
bukan urusanku, aku mungkin juga sudah terbiasa dengan kehadirannya (awalnya
agak “syok”) sehingga tidak ada lagi pikiran yang aneh-aneh tentang dirinya.
Namun entah mengapa suatu pagi ketika hendak berangkat sekolah saat aku sedang
bercermin memandang diriku, tiba-tiba aku teringat beliau dengan tubuh besarnya
kemudian membandingkannya dengan diriku, saat itu kembali aku berfikir (dengan
sombongnya) apakah beliau akan dapat jodoh dengan fisik seperti itu? laki-laki
mana yang mau menjadikan beliau sebagai istri ya? Sungguh aku lupa dengan
segala kebodohanku, bahwa di atas segalanya ada Allah yang Maha Merencanakan
dan Mengatur dan tidak ada satupun makhluk yang diciptakanNya yang sia-sia.
Tiba-tiba mamaku memanggil ada telepon untukku, ternyata itu dari teman Rohisku
yang mengabarkan bahwa mbak Fulanah (sebut saja begitu) telah meninggal dunia.
Innalillahi wa innailaihi roojiun…, aku terhenyak, kaget sekaligus bingung
karena baru semenit yang lalu aku memikirkan tentang dirinya dan jodohnya
ternyata beliau sudah dipanggil Allah SWT.
Tidak ada airmata dipipiku ketika
kami datang melayat ke rumah almarhumah, yang ada hanyalah rasa malu, terharu
sekaligus bangga, karena ternyata Allah lebih mencintainya dan dicintai Allah
lebih baik dari pada makhlukNya yang hina. Rupanya tidak ada jodoh yang pantas
untuknya didunia ini, tidak ada lelaki terbaik yang pantas untuk mendampinginya
dan dengan keihlasannya berjuang dijalan Allah, keridhoaannya atas kehendak
Allah terhadap dirinya, Allah lebih berkenan memberinya yang terbaik di
akhirat. Dan aku? Aku sangat malu dengan pikiranku selama ini yang dangkal
tentang dirinya, Allah sudah menohokku dengan kepulangan mbak Fulanah dan
memberiku pelajaran bahwa diatas segalanya Allahlah yang Mengatur dan tidak ada
seorangpun yang mengetahui apa yang akan terjadi kelak.
Saat itu beliau dalam keadaan
sakit dan tidak memperdulikan sakitnya untuk tetap berdakwah, juga tidak ingin
mengecewakan rekan-rekan seperjuangannya, meskipun sudah dinasehati keluarganya
untuk beristirahat sampai kemudian beliau ambruk dan akhirnya menghembuskan
nafas terakhir di rumah sakit.
Keihklasan itu yang mengangkat
derajat beliau menjadi orang yang pantas untuk dicintai Allah (insya Allah) dan
sebenarnya aku iri dengannya, iri dengan “keberuntungannya”. Peristiwa ini
sudah berlalu 14 tahun yang lalu namun sampai sekarangpun aku masih
mengingatnya karena hal ini sangat berkesan bagiku, demikian menohokku,
demikian memberiku pelajaran bahwa Allah tiada memandang fisik siapapun untuk
menjadi makhluk yang dicintainya, hanya keihklasan yang diperhitungkanNya.
Bahkan sampai sekarangpun aku masih bertanya-tanya tentang diriku, apakah aku
sudah ikhlas? Karena sholat saja meskipun 5 waktu tapi selalu diulur-ulur dan
males-malesan, sedekah jarang, apalagi berjuang dijalan Allah, duuuuh…jauh. Ya
Allah mudah-mudahan Engkau mengampuni segala dosa kami dan menempatkan kami
diantara orang-orang yang beriman, aamiin…
oleh : Anna maya
0 komentar:
Posting Komentar